Ekonomi hijau bukan lagi dianggap sebagai tren semata. Lebih dari itu, kini sudah menjadi gaya hidup untuk masyarakat global.
Indonesia pun tidak ketinggalan. Sebab, belakangan ini produk ramah lingkungan makin digandrungi oleh anak-anak muda.
Setali tiga uang, prinsip keberlanjutan makin ke sini kian banyak didukung masyarakat. Situasi yang berlaku tersebut tentunya berhubungan erat dengan tingkat kesadaran masyarakat yang sudah menyadari betapa pentingnya menjaga lingkungan.
Semangat itu pun pada dasarnya juga berlaku di dunia kerja. Dipercaya atau tidak, makin ke sini makin banyak perusahaan yang mulai melakukan transisi ke ekonomi hijau.
Transformasi yang dilakukan pun tidak berhenti pada urusan internal saja, seperti peningkatan keterampilan pegawai, tetapi juga merambah pada jasa atau layanan yang diberikan.
Bertolak dari keterangan tersebut, artikel ini akan membahas lebih lanjut tentang transformasi ekonomi hijau di dunia kerja yang berhubungan dengan tenaga kerja dan layanan. Apa saja? Yuk, simak bersama!
Ekonomi Hijau dan Tenaga Kerja
Transisi menuju ekonomi hijau memang menjadi berkah tersendiri bagi tenaga kerja Indonesia. Sebab, jika ini diterapkan, maka dalam sepuluh tahun bisa menciptakan lapangan kerja sebanyak 19,4 juta.
Prediksi tersebut disampaikan lembaga CELIOS, sebagaimana diberitakan Detik.com. Selain membuka lapangan kerja baru, transformasi ekstraktif ke green economy juga dipercaya bisa memberikan tambahan pendapatan bagi tenaga kerja sampai Rp902,2 triliun.
Kendati memiliki potensi yang besar, tapi semua bisa sia-sia jika tenaga kerja tidak mengoptimalkannya. Berkaitan dengan ini, maka pertama-tama yang harus dilakukan adalah mempelajari dan memahami ekonomi hijau di dunia kerja.
Pemahaman tersebut secara langsung yang akan membuat tenaga kerja menyadari betapa pentingnya meningkatkan keterampilan hijau guna mendukung percepatan transisi menuju green economy.
Lantas, keterampilan hijau apa saja yang bisa dipelajari tenaga kerja? Untuk yang satu ini, pada dasarnya memang kembali lagi kepada individu.
Namun, sebagai referensi, diketahui ada beberapa skill yang bisa dipelajari demi menyongsong era ekonomi hijau. Adapun keterampilan yang pertama ada pengelolaan keuangan berkelanjutan.
Pengelolaan keuangan berkelanjutan disarankan karena berpotensi dicari banyak perusahaan atau pemberi kerja. Beberapa hal yang akan dipelajari, misalnya analisis investasi hijau.
Keterampilan kedua ada digital. Transformasi ekonomi hijau tidak lepas dari digitalisasi. Maka dari itu, seseorang yang terampil di bidang digital amat dibutuhkan, seperti pemrograman, pengembang web, atau pengembang aplikasi.
Ketiga, ada corporate social responsibility atau CSR. Seperti yang kita tahu, setiap perusahaan biasanya menganggarkan uang untuk pengabdian masyarakat atau yang akrab kita sebut dengan CSR.
Terkait itu, memang ada hubungan kuat antara CSR dengan ekonomi hijau. Pasalnya, di masa-masa transformasi menuju green economy, perusahaan-perusahaan kini lebih memilih pengabdian masyarakat yang berhubungan ekonomi hijau.
Hal tersebut yang membuat skill CSR yang berfokus pada green economy mulai banyak dibutuhkan. Dalam konteks ini, yang ditonjolkan adalah pengetahuan tentang pengembangan ekonomi berkelanjutan, menjaga lingkungan, atau penghijauan.
Jasa atau Layanan Ekonomi Hijau
Sebagaimana yang sudah disebutkan sebelumnya, transformasi ekonomi hijau yang berlaku di dunia kerja juga menyasar pada jasa atau layanan perusahaan.
Buktinya, saat ini sudah banyak perusahaan yang membuka jasa daur ulang. Biasanya ini menyangkut pengelolaan sampah plastik, kertas, atau organik.
Produk hasil olahannya pun memiliki nilai jual yang tinggi, bahkan berpotensi untuk ekspor. Hal ini bisa terjadi karena produk yang menerapkan prinsip berkelanjutan memiliki nilai lebih.
Contoh lainnya, saat ini pun kita cukup mudah menjumpai kontraktor yang menawarkan jasa dengan tema bangunan hijau.
Dalam implementasinya, biasanya bangunan tersebut dibangun dengan bahan baku ramah lingkungan dan menggunakan energi bersih.
Di sisi lain, perusahaan yang menawarkan jasa energi terbarukan pun juga mulai berkembang. Hal ini tentunya didorong karena ke depan tren yang berlaku adalah peralihan energi kotor ke energi bersih, misal energi matahari, air, atau angin.
Tiga contoh di atas setidaknya sudah memberikan bukti, bahwa perusahaan juga telah beradaptasi dengan ekonomi hijau, tidak hanya pada tenaga kerjanya, tetapi juga jasa atau layanan yang diberikan.
Maka dari itu, tenaga kerja dengan keterampilan hijau juga semakin dibutuhkan. Situasi inilah yang sesungguhnya bisa dimaksimalkan, khususnya untuk orang yang baru memulai karier atau ingin mencoba jenjang karier di industri hijau.
Terjun di dalam ekosistem ekonomi hijau memang menjadi pilihan yang bijak, mengingat masa depannya yang tergolong cerah. Di sisi lain, memilih industri hijau sebagai pilihan karier adalah hal baik karena secara langsung juga berpartisipasi menjaga lingkungan.
Dengan pertimbangan tersebut, tentunya bukan hal yang mengherankan apabila saat ini sudah mulai banyak pelatihan-pelatihan keterampilan yang berhubungan dengan green economy. Mengingat hal semacam ini aksesnya terbuka untuk siapa saja, maka setiap orang pun bisa mempelajarinya.
Jadi, ada baiknya mulai saat ini kita mempelajari keterampilan hijau demi memaksimalkan potensi yang ada. Akan sangat disayangkan jika peluang yang ada terbuang sia-sia.